Sejarah Asal Usul Bangsa Yadawa Musnah Tenggelam
Setelah Perang Baratayudha Selesai, Krishna kembali ke negrinya dan memerintah di negaranya selama tiga puluh enam tahun sesudah perang besar Kurukshetra. Selama ia memegang tampuk pemerintahan rakyat merasa bahagia.
Suku-suku Wrishni dan Bhoja yang merupakan cabang bangsa Yadawa, di mana Krishna termasuk di dalamnya, terkenal sebagai suku-suku yang suka bersenang-senang dan bergembira.
Sejak Krishna memerintah mereka jadi makmur, dan kemakmuran mereka ini menyebabkan mereka suka pada barang-barang mewah, makan makanan yang serba lezat dan minum-minuman keras.
Lambat laun mereka menjadi bangsa yang sembrono, angkuh, liar tidak berdisiplin, suka mabuk dan melampiaskan hawa nafsu. Pejabat pemerintahan korup, para pedagang main suap, wanita jalang, pemuda-pemuda suka pesiar dan remaja banyak morfinis.
Pada suatu hari seorang resi dari negri asing datang berkunjung ke Dwaraka. Ia dipermainkan oleh segerombolan orang kota. Mereka memperolok-olokkan dan mengejek resi itu dengan suatu lelucon yang tidak lucu. Salah seorang di antara mereka laki-laki muda diberi pakaian perempuan hamil yang perutnya besar, diganjal dengan bantal, lalu dihadapkan di muka brahmana itu.
Mereka. bersorak-sorak, tertawa kegirangan dengan olok-olok mereka, di mana “perempuan” bunting itu dengan genit menari-nari di depan brahmana, seraya bertanya kepadanya : “Wahai Resi yang Mahabijaksana, ceritakanlah kepada kami, apakah perempuan ini akan punya anak lakl-laki atau perempuan”. Sang brahmana merasa tersinggung hatinya dan dengan kutuk pastu menjawab: “Orang ini akan melahirkan sebuah gada, bukan seorang laki-Iaki atau perempuan. Gada itu adalah Batara Yama, yang akan memusnahkan bangsamu ini, termasuk engkau sekalian”.
Mereka yang hadir di situ merasa kaget mendengar jawaban Resi itu. Mereka menyesal dan banyak di antara mereka yang mendengar kutuk pastu sang brahmana merasa ketakutan, yang mulanya hanya mengharapkan sesuatu yang menyenangkan dari hasil olok-olok mereka.
Benarlah hari-hari berikutnya, pemuda Samba yang diberi pakaian perempuan bunting oleh teman-temannya itu, merasa sakit pada perutnya seperti orang hendak melahirkan. Alangkah paniknya mereka ketika benar-benar melihat pemuda Samba melahirkan sebuah gada, alat perang yang kuat perkasa, dan bukan bayi laki-Iaki atau perempuan.
Kejadian itu menimbulkan teror dalam jiwa mereka, sebab seperti yang diramalkan oleh Resi yang misterius itu, bangsa mereka akan musnah, termasuk mereka sendiri.
Beramai-ramai mereka hancurkan gada itu sehingga menjadi abu. Mereka semufakat untuk membuang abu itu jauh-jauh. Abu, hancuran gada ajaib itu, dihamburkan di laut secara terpisah-pisah, ditebarkan dimana-mana.
Setelah itu mereka lupalah akan lelucon mereka. Pemuda Samba hidup sebagai seorang laki-Iaki biasa lagi. Tahun berganti tahun, musim panen berganti musim kering, rakyat hidup makmur dan bahagia. Di tempat di mana abu gada ditebarkan, lambat-laun tumbuh rumput raksasa dengan sangat rimbunnya, dengan batangnya sebesar-besar batang bambu.
Di antara bangsa Yadawa, selain Krishna sendiri dan bala tentaranya yang ikut mengambil bagian dalam perang di medan Kurukshetra, juga Kritawarma bersama pasukannya bertempur di pihak Kaurawa, sedangkan Satyaki dengan pasukannya pula di pihak Pandawa.
Sewaktu kembali dari Kurukshetra, Krishna membuat peraturan untuk melarang bangsanya minum minuman keras. Tetapi peraturan itu kemudian diubah sedikit, di mana pada hari-hari tertentu mereka diijinkan minum minuman keras.
Sebagai bangsa yang periang dan gemar bersuka ria, pada suatu hari mereka mengadakan darmawisata ke tepi pantai tempat tumbuhnya rumput raksasa yang lebat itu. Mereka bersenang-senang, makan-makan dan minum-minuman keras, sehingga mabuk-mabuk.
Dalam keadaan mabuk-mabuk itu terjadilah pertengkaran mulut, yang tumbuh menjadi perkelahian yang hebat. Mula-mula baku-tinju, tetapi kemudian, dengan batang-batang rumput raksasa yang diruncingi, mereka baku-tusuk.
Pangkal mula pertengkaran, yang kemudian menjadi pertempuran itu, adalah disebabkan oleh percekcokan mulut antara Kritawarma dan Satyaki, yang sama-sama dalam keadaan mabuk. Satyaki berkata: “Apakah seorang kesatria sejati akan mau menyerang dan membunuh musuhnya yang sedang tidur nyenyak? Engkau Kritawarma, telah membawa malu kepada bangsa kita buat selama-lamanya“ dengan mengejek, yang diikuti oleh kawan-kawannya yang lain. Kritawarma tidak tahan akan ejekan itu, membalas dengan pedas: “Engkau seperti tukang potong sapi saja, telah membunuh Bhurisrawas yang dalam keadaan duduk bersila dengan samadinya. Engkau Satyaki, pengecut, masih juga berlagak kesatria”, dan kawan-kawannya tidak ketinggalan membakari semangat Kritawarma.
Perkelahian mulut ini ternyata tidak bisa dibatasi di situ saja. Ia menjadi sungguh-sungguh dan kemudian pertempuran yang sengit antara dua pihak meledak: pro Kritawarma atau Satyaki. Putra Krishna, Pardyumna juga ada di situ bermaksud menolong, menyelamatkan Satyaki, terlibat dalam pertempuran itu sehingga ia menemui ajalnya: kutuk pastu resi yang pernah mereka hinakan rupa-rupanya mulai membuahkan hasilnya.
Batang rumput yang diruncingi ujungnya, merupakan senjata utama dalam pertempuran ini. Demikianlah kedua belah pihak mati di ujung senjata tajam itu, tidak terkecuali, laki dan perempuan, tua dan muda, kesatria dan bukan pahlawan atau pengecut, sehingga bangsa Yadawa musnah seluruhnya.
Balarama, yang menyaksikan peristiwa ini merasa sangat malu, meninggalkan tempat itu, pergi menghabiskan hidupnya dengan yoga di bawah pohon kayu besar hingga saat-saat terakhirnya. Krishna juga menyaksikan bagaimana bangsanya memusnahkan diri mereka sendiri.
Dan setelah ia mengetahui kakaknya Balarama sudah meninggalkan dunia mayapada ini, ia sendiri pergi mengembara ke dalam hutan. Di tengah-tengah hutan belantara ia merebahkan dirinya sambil berkata : “Kini telah tiba waktunya bagiku untuk pergi buat selama-lamanya meninggalkan dunia ini”.
Seorang pemburu bernama Jaras kebetulan liwat di dekat-dekat tempat Krishna merebahkan dirinya. Jaras melepaskan anak panahnya yang tepat menembus kaki dan tubuh Krishna yang disangkanya seekor rusa sedang beristirahat.
Pada saat itu juga Basudewa menghembuskan nafasnya yang penghabisan untuk meninggalkan dunia manusia ini. Arjuna datang ke Dwaraka untuk melakukan upacara pembakaran jenazah Krishna. Beberapa hari kemudian, seluruh negri Dwaraka dilanda banjir dan ombak samudra yang dahsyat, sehingga akhirnya tenggelam ke dasar laut.
Suku-suku Wrishni dan Bhoja yang merupakan cabang bangsa Yadawa, di mana Krishna termasuk di dalamnya, terkenal sebagai suku-suku yang suka bersenang-senang dan bergembira.
Sejak Krishna memerintah mereka jadi makmur, dan kemakmuran mereka ini menyebabkan mereka suka pada barang-barang mewah, makan makanan yang serba lezat dan minum-minuman keras.
Lambat laun mereka menjadi bangsa yang sembrono, angkuh, liar tidak berdisiplin, suka mabuk dan melampiaskan hawa nafsu. Pejabat pemerintahan korup, para pedagang main suap, wanita jalang, pemuda-pemuda suka pesiar dan remaja banyak morfinis.
Pada suatu hari seorang resi dari negri asing datang berkunjung ke Dwaraka. Ia dipermainkan oleh segerombolan orang kota. Mereka memperolok-olokkan dan mengejek resi itu dengan suatu lelucon yang tidak lucu. Salah seorang di antara mereka laki-laki muda diberi pakaian perempuan hamil yang perutnya besar, diganjal dengan bantal, lalu dihadapkan di muka brahmana itu.
Mereka. bersorak-sorak, tertawa kegirangan dengan olok-olok mereka, di mana “perempuan” bunting itu dengan genit menari-nari di depan brahmana, seraya bertanya kepadanya : “Wahai Resi yang Mahabijaksana, ceritakanlah kepada kami, apakah perempuan ini akan punya anak lakl-laki atau perempuan”. Sang brahmana merasa tersinggung hatinya dan dengan kutuk pastu menjawab: “Orang ini akan melahirkan sebuah gada, bukan seorang laki-Iaki atau perempuan. Gada itu adalah Batara Yama, yang akan memusnahkan bangsamu ini, termasuk engkau sekalian”.
Mereka yang hadir di situ merasa kaget mendengar jawaban Resi itu. Mereka menyesal dan banyak di antara mereka yang mendengar kutuk pastu sang brahmana merasa ketakutan, yang mulanya hanya mengharapkan sesuatu yang menyenangkan dari hasil olok-olok mereka.
Benarlah hari-hari berikutnya, pemuda Samba yang diberi pakaian perempuan bunting oleh teman-temannya itu, merasa sakit pada perutnya seperti orang hendak melahirkan. Alangkah paniknya mereka ketika benar-benar melihat pemuda Samba melahirkan sebuah gada, alat perang yang kuat perkasa, dan bukan bayi laki-Iaki atau perempuan.
Kejadian itu menimbulkan teror dalam jiwa mereka, sebab seperti yang diramalkan oleh Resi yang misterius itu, bangsa mereka akan musnah, termasuk mereka sendiri.
Beramai-ramai mereka hancurkan gada itu sehingga menjadi abu. Mereka semufakat untuk membuang abu itu jauh-jauh. Abu, hancuran gada ajaib itu, dihamburkan di laut secara terpisah-pisah, ditebarkan dimana-mana.
Setelah itu mereka lupalah akan lelucon mereka. Pemuda Samba hidup sebagai seorang laki-Iaki biasa lagi. Tahun berganti tahun, musim panen berganti musim kering, rakyat hidup makmur dan bahagia. Di tempat di mana abu gada ditebarkan, lambat-laun tumbuh rumput raksasa dengan sangat rimbunnya, dengan batangnya sebesar-besar batang bambu.
Di antara bangsa Yadawa, selain Krishna sendiri dan bala tentaranya yang ikut mengambil bagian dalam perang di medan Kurukshetra, juga Kritawarma bersama pasukannya bertempur di pihak Kaurawa, sedangkan Satyaki dengan pasukannya pula di pihak Pandawa.
Sewaktu kembali dari Kurukshetra, Krishna membuat peraturan untuk melarang bangsanya minum minuman keras. Tetapi peraturan itu kemudian diubah sedikit, di mana pada hari-hari tertentu mereka diijinkan minum minuman keras.
Sebagai bangsa yang periang dan gemar bersuka ria, pada suatu hari mereka mengadakan darmawisata ke tepi pantai tempat tumbuhnya rumput raksasa yang lebat itu. Mereka bersenang-senang, makan-makan dan minum-minuman keras, sehingga mabuk-mabuk.
Dalam keadaan mabuk-mabuk itu terjadilah pertengkaran mulut, yang tumbuh menjadi perkelahian yang hebat. Mula-mula baku-tinju, tetapi kemudian, dengan batang-batang rumput raksasa yang diruncingi, mereka baku-tusuk.
Pangkal mula pertengkaran, yang kemudian menjadi pertempuran itu, adalah disebabkan oleh percekcokan mulut antara Kritawarma dan Satyaki, yang sama-sama dalam keadaan mabuk. Satyaki berkata: “Apakah seorang kesatria sejati akan mau menyerang dan membunuh musuhnya yang sedang tidur nyenyak? Engkau Kritawarma, telah membawa malu kepada bangsa kita buat selama-lamanya“ dengan mengejek, yang diikuti oleh kawan-kawannya yang lain. Kritawarma tidak tahan akan ejekan itu, membalas dengan pedas: “Engkau seperti tukang potong sapi saja, telah membunuh Bhurisrawas yang dalam keadaan duduk bersila dengan samadinya. Engkau Satyaki, pengecut, masih juga berlagak kesatria”, dan kawan-kawannya tidak ketinggalan membakari semangat Kritawarma.
Perkelahian mulut ini ternyata tidak bisa dibatasi di situ saja. Ia menjadi sungguh-sungguh dan kemudian pertempuran yang sengit antara dua pihak meledak: pro Kritawarma atau Satyaki. Putra Krishna, Pardyumna juga ada di situ bermaksud menolong, menyelamatkan Satyaki, terlibat dalam pertempuran itu sehingga ia menemui ajalnya: kutuk pastu resi yang pernah mereka hinakan rupa-rupanya mulai membuahkan hasilnya.
Batang rumput yang diruncingi ujungnya, merupakan senjata utama dalam pertempuran ini. Demikianlah kedua belah pihak mati di ujung senjata tajam itu, tidak terkecuali, laki dan perempuan, tua dan muda, kesatria dan bukan pahlawan atau pengecut, sehingga bangsa Yadawa musnah seluruhnya.
Balarama, yang menyaksikan peristiwa ini merasa sangat malu, meninggalkan tempat itu, pergi menghabiskan hidupnya dengan yoga di bawah pohon kayu besar hingga saat-saat terakhirnya. Krishna juga menyaksikan bagaimana bangsanya memusnahkan diri mereka sendiri.
Dan setelah ia mengetahui kakaknya Balarama sudah meninggalkan dunia mayapada ini, ia sendiri pergi mengembara ke dalam hutan. Di tengah-tengah hutan belantara ia merebahkan dirinya sambil berkata : “Kini telah tiba waktunya bagiku untuk pergi buat selama-lamanya meninggalkan dunia ini”.
Seorang pemburu bernama Jaras kebetulan liwat di dekat-dekat tempat Krishna merebahkan dirinya. Jaras melepaskan anak panahnya yang tepat menembus kaki dan tubuh Krishna yang disangkanya seekor rusa sedang beristirahat.
Pada saat itu juga Basudewa menghembuskan nafasnya yang penghabisan untuk meninggalkan dunia manusia ini. Arjuna datang ke Dwaraka untuk melakukan upacara pembakaran jenazah Krishna. Beberapa hari kemudian, seluruh negri Dwaraka dilanda banjir dan ombak samudra yang dahsyat, sehingga akhirnya tenggelam ke dasar laut.
Komentar
Posting Komentar